Sekitar Bulan Maret 2019 ini saya melakukan (lagi) perjalanan ke Wonosobo. Ini adalah kali ketiga saya berkunjung ke area Dieng Plateau atau biasa disebut dengan Dieng Wonosobo.
Welcome to Dieng Plateau. |
Dari Malang saya naik bisa ke Surabaya lalu di Terminal Purabaya/Bungurasih saya oper bis jurusan Jogja. Saya sudah beberapa kali juga melakukan perjalanan ke area Jawa Tengah dengan menggunakan bis dan saya rasa jauh lebih nyaman daripada menggunakan kereta karena bisa sewaktu-waktu (meskipun tidak 24 jam juga sih) dan juga bisa durasi malam sehingga tinggal tidur di perjalanan.
Sampai di Jogja sekitar subuh lalu saya sudah dijemput travel ke Wonosobo. Karena saya ke Wonosobo sama mama jadinya pilih yang pasti-pasti aja penting nyaman dan aman. Kalau diajak backpackeran kasian 🙁 Kami dijemput oleh Manjah Tour, kalian bisa telisik travel ini dan melayani perjalanan area Malang-Batu-Bromo dan juga ada cabangnya di Jogja.
Setelah istirahat sejenak kami langsung cus berangkat sambil cari-cari sarapan, gudeg pagi adalah yang terbaik!
Perjalanan Jogja-Area Dieng Wonosobo diperkirakan sekitar 3-4 jam kalau nyantai dan tidak macet, sesampainya di Dieng adalah sekitar pukul 09.00. Saya sudah mencatat beberapa destinasi yang bisa dikunjungi dan mayoritas kita sudah pernah kesana sebelumnya haha. Sesungguhnya saya pingin main ke kampung-kampungnya dan mencari anak gimbal dieng, tapi karena keterbatasan waktu sewa travel akhirnya yaa.. gajadi deh huhu. Ohya, Dieng Plateau ini ternyata terletak di dua kota yaitu Wonosobo dan Banjarnegara.
Berikut adalah destinasi-destinasi yang saya kunjungi ketika berada di Area Dieng Plateau :
Candi Arjuna
Yap. Sebelumnya saya udah pernah kesini dan sedang dipugar, mungkin sekitar tahun 2017 silam. Eh lakok sampai sekarang masih dipugar. Udah 2019 loh men……
Komplek Candi Arjuna. |
Candi-candi ini ada di ketinggial 2000+ MDPL dan ga cuma Candi Arjuna sih, masih ada beberapa komplek candi yang bisa dikunjungi seperti Candi Gatotkaca dan Candi Dwarawati. Bedanya sekarang trek menuju candi sudah sedikit dibenahi.Kusenang karena banyak tumbuh carica disini, itu si buah mirip pepaya yang cuma ada di datarang tinggi Dieng.
Kawah Sikidang
Ini juga kali kedua saya mengunjungi Kawah Sikidang. Kawah aktif dengan aktifitas vulkanik bisa kita lihat langsung dan bau belerang yang sangat menyengat maka dari itu jangan lupa pakai masker. Masih banyak kios-kios berjejeran yang menjajakan oleh-oleh maupun olahan belerang. Yang berbeda kini banyak spot foto dan juga disertai burung hantu. Hmm…
Tuh belakangnya tuh banyak spot foto tuh jadi riweuh tuh hadeee. |
Batu Ratapan Angin
Nah, kalo yang ini sih baru spot baru yang belum pernah saya kunjungi sebelum-sebelumnya. Sebenernya kami sudah hendak parkir di Telaga Warna (yang sebelumnya udah 2x kesini), tapi ditutup total dong gaboleh satupun waisatawan masuk! Alasannya pun gak jelas. Hade. Sempat cekcok sama penjaganya tapi asudahlah, memang belum rejekinya.
Kami beralih ke view Telaga Warna dari atas, aliasnya kita harus naik-naik bukit berbatu untuk mencapai spot Batu Ratapan Angin. Batu Ratapan Angin sendiri ternyata menyuguhkan bukan harnya telaga warna tapi telaga pengilon juga. Kita harus jalan mungkin kurang lebih 10-15 menit an untuk sampai ke puncak ratapan angin.
Kawasan ini sudah terfasilitasi dengan baik sih, di spot foto tersedia gardu untuk istirahat, di tengah-tengah juga ada warung yang menjual makanan & minuman khas jawa tengah seperti gorengan dan juga wewedangan. Ohya, tiket masuk disini 5000 rupiah saja. Disini kita hanya bisa menikmati semilir angin (sesuai namanya) dan juga berfoto-foto ria.
Di warung tersebut saya mencoba salah satu wedang yang (sepertinya) cuma ada di Dieng saja : Wedang Purwaceng. Tanpa cari tahu khasiatnya terlebih dahulu saya langsung main serobot aja pesan dan minum karna once again, i’m addicted to wewedangan jawa.
Tanaman Purwaceng sendiri saat ini sudah langka, dia itu tumbuhan yang hanya bisa ditanam di ketinggian. Katanya cuma ada di dieng dan di salah satu daerah gunung tengger tapi kurang tahu disebelah mananya. Selain itu katanya budidaya juga lumayan susah, oya, nama latinnya Pimpinella pruatjan.
Tanaman Purwaceng. |
Setelah dateng saya langsung seruput dan rasanya kurang lebih seperti jamu. Waktu itu saya pesan wedang purwaceng campur jahe dan susu, katanya kalo pure purwaceng saja bakalan pahit setengah metong. Nah saya cari tau dong khasiatnya apasi dibanding wewedangan yang lain? Kok baru dengar dan tidak ada di daerah lain aliasnya jarang lah. E lah dalah, ternyata khasiatnya untuk “meningkatkan kemampuan seksual, sudah diteliti dari jaman kerajaan’ sampai-samapi tumbuhan ini dijuluki Viagra Indonesia atau Viagra Tradisional. Makanya kok orang sekitar bilang, “wedang ini bikin kuat mbak.” Eng ing eng, mateng aku.
Wedang purwaceng + susu + jahe. |
Tapi asudahlah(2), yang penting udah tau rasanya.
Yes, lanjut.
Gardu Pandang Dieng
Lokasi ini harusnya pertama dikunjungi karena letaknya seperti pintu masuk dieng gitu deh. Seperti rest area modelannya. Terdapat gardu yang ada beberapa tingkat untuk bisa memandang panorama Dieng dari atas, tapi waktu itu saya gak naik sih. Terus ada tulisan besar Dieng Wonosobo gitu.
Mamak |
Saat itu Wonosobo sedang kabut-kabutnya dan tiba-tiba gerimis datang. Langsung kita melipir ke tempat makan di sebelah gardu tersebut dan pesan makanan khas dieng yaitu Mie Ongklok! Daku sudah sangat penasaran dengan mie ini, tapi belum menemukan tempat jualan mie ongklok yang ada di gugel-gugel. Tapi sama ajalah, harganya cuma 8000 rupiah. Tempat makan di sebelah gardu pandang ini ciamik, bisa view langsung ke panorama perkotaan Dieng alias cityscape gitu. Lebih yahut lagi kalau makan mie kental berkuah manis ini disertai sate ayam. Yum!
Mie Ongklok Dieng. |
Setelah itu kami balik ke Jogja karena waktu sudah menunjukan pukul 15.00, itulah kunjungan singkat ke area Dieng Plateau. Semoga bermanfaat!
hehe.
Wawa Yasaruna’s
6 Comments. Leave new
Aku juga naik bus! Apalagi di bagian depan heheh. Kereta itu lebih bikin pegel sebenernya. Tapi kalau kejar waktu, mending kereta sih. Soalnya, yah namanya bis, berhentinya lebih sering plus muter2 juga, belum kena macet, jadi waktu sampenya cuma bisa kira-kira.
Btw ini perginya Maret, berarti belum sedingin yang sekarang yah wkwkw (kan sampe ada esnya gitu).
Haha, iya sih. Tapi sekarang semenjak ada tol Bapak Jokowi (asek) naik bus jadi lebih cepat aku uda membandingkan hehe. Iya nih, waktu suhu masih normal cenderung musim hujan. Kalo sekarang katanya beku kaya ess nid
Wah, beberapa kali pingin ke Dieng tapi bingung rutenya. Terima kasih pencerahannya 😀
Sama-sama smeoga membantu!
Baru 2 Minggu lalu balik dari Dieng. Sempat ke gunung Prau dan jalan -jalan ke Candi Arjuna, Batu Ratapan Angin, dan makan di restoran Gardu Pandang Dieng. Dinginnya puoooolll banget disana.
Wah, Gunung Prau ku juga ingin kesana! Pas dingin-dinginnya ya mbak? Sampai embun jadi es gitu?