Habis main ke alam-alam mulu saatnya mencoba mendatangi area yang berbeda, yang juga lagi rame sepertinya di Jogja. Lokasinya ada di daerah Sleman nih, salah satu tempat “wisata dadakan” nya Jogja yang sebenernya adalah properti dan setting-setting film milik production house nya Hanung Bramantyo. Lalu setting-setting tersebut enggak dirubuhkan, melainkan di serahkan ke bupati setempat untuk dikelola dan juga memberdayakan warga sekitarnya. Gitu lah ya kurang lebih prolog asal muasal tempat ini.

Welcome to Studio Alam Gamplong
Lokasinya memang blusukan ke area desa, menuju Studio Alam Gamplong kalian akan dimanjakan pemandangan ijo-ijo adem deh pokoknya. Kalo dari pusat Kota Jogja, jarak yang harus ditempuh sekitar setengah jam aja kok ga jauh-jauh banget kan. Nah, begitu sampe di lokasi (saat itu sekitar jam 4, saya kira uda kesorean) ternyata matahari masih bersinar dengan panasnya. Yang sebenernya bukan masalah sih, tapi yang bikin masalah adalah kan tempatnya outdoor shaaaay jadi yaa silahkan bertahan diri hahaha tapi asli pada saat itu panasnya khan maen gatau kenapa.
Biaya parkir seikhlasnya, biaya masuk seikhlasnya & sepantasnya. Kalo di salah satu caption postingan Instagram Studio Alam Gamplong sih ngomongnya gini “biaya masuk sepantasnya, tapi kalau dua ribu ya pantasnya ke toilet”, hmm hahaha. Setelah bayar parkir dan tiket masuk seikhlasnya itu, ternyata kita masih di cegat buat bayar lagi HTM seharga 15 ribu untuk masuk ke Museum Bumi Manusia dan Museum Ainun Habibi. Kalau ga masuk museum itu bisa gak? “Bisa mbak tapi ya sekitar sini aja ga bisa masuk-masuk” huahahaha judes binggoo masnya. Lalu kalau kamu bawa kamera DSLR bakal suruh bayar lagi 10 ribu rupiah. Bentar, bentar, ketika kita udah bayar yang seikhlasnya-seikhlasnya itu tadi ternyata masih ada HTM dan biaya lain-lain, kureeeng sih kalau menejemen pertiketannya kaya gini, ribet pol! Sekalian aja kasi HTM di awal berapa gitu dan full acess, gausa embel-embel seikhlasnya dan kata-kata yang kurang enak di caption Instagram haha. Sekedar kritik aja nih ya, sayang banget kalau begini, jadi kurang respect sama pengelola.
Ya, gitu, haha.
Jadi segera lah saya lihat sudut-sudut area ini yang memang settingnya luamayan bagus sih, mungkin serupa Museum Angkut ya kalo di Malang. Museum angkut ala-ala lah, versi murcenya. Setting-setting pertokoan lawas gitu lah yaa intinya. Waktu itu lagi berlangsung persyutingan film sih, jadi kita harus tau diri dan enggak ngeribetin. Agak gimana yaa, disini kita harus tau diri sebagai tamu tapi HTM juga seribet itu hmmm ngomel teroooos.

Proses pembuatan film waktu itu ~
Selain bisa berswafoto ria dan berkonten, kalian bisa kok melipir ke area “resto”nya, suasana jawa gitu ya tempat nongkrongnya. Pokonya setelah ngelewatin si resto ini baru kalian bakal ketemu sama Museum Bumi Manusia, saya sih gak masuk hehe.

Area nongki cantiknya
Ohya, karena area desa studio ini dikelilingi persawahan dan perkebunan tebu, di dalam ada kedai yang menjajakan minuman serba tebu seperti kopi tebu, coklat tebu, es tebu, dan lain sebagainya. Monggo lah dicoba aja sensasi baru minum tebu, harganya 5000-8000 an aja. Ada juga jajanan gorengan gituuu buat pendamping es tebunya.

Es Kopi Tebu, gak seaneh itu kok rasanya, syegerrr~
Lokasinya sebenernya menarik, yang bikin males ribetnya hehe. Apalagi bertemu suasana vintage adalah aku bangeeet~ Semoga terbenahi ya, kalo kesini sore-sore aja biar ga terpanggang hehehe.